WARREN BUFFET
WARREN BUFFET GURU INVESTASI DERMAWAN
Bangga pada Karya Anak Bangsa
Kabar gembira terdengar dari Bandung dalam beberapa waktu terakhir ini. Industri Pesawat Terbang Nasional, PT Dirgantara Indonesia, tampaknya sedang menggeliat lagi.
Seperti dilansir berbagai berita,PT DI -- dulu bernama IPTN -- menerima pesanan sejumlah pesawat dari berbagai negara, khususnya di Asia Tenggara. Negara- negara ASEAN yang memesan pesawat itu antara lain Filipina, Thailand, dan Malaysia. Disamping itu, seumlah pemerintah provinsi juga memesan pesawat buatan anak bangsa tersebut.
Banyak pesanan ini membawa harapan bangkitnya kembali industri pesawat nasional. Meski pesawat buatan IPTN belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri, namun kepercayaan beberapa negara asing itu menunjukkan bahwa kualitas pesawat buatan anak bangsa ini sudah diperhitungkan.
Perusahaan persero yang didirikan dan dikembangkan oleh Prof DR BJ Habibie ini, lebih sari sepuluh tahun ini seakan mati suri. Maklum saja, industri prestisius yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia itu turut menjadi “korban” politik, pasca lengsernya Presiden Soeharto dan berakhirnya masa jabatan BJ Habibie. Pak Habibie dulu mendirikan industri pesawat nasional karena melihat kondisi wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan. Sarana transportasi yang tepat untuk hubungan antara nusa, antara provinsi, diperlukan moda transportasi yang mudah, murah, dan cepat.
Pesawat yang dibutuhkan untuk wilayah Indonesia adalah pesawat jenis kecil yang dapat mendarat di berbagai kota kecil di Indonesia. Maka, dikembangkanlah pesawat jenis CN-235, yang merupakan hasil kerja bareng dengan Cassa Spanyol. Dan kemudian IPTN membuat pesawat karya anak bangsa yaitu pesawat jenis N-250.<
Sayang, keberhasilan putra-putri bangsa ini tidak didukung oleh elit-elit politik saat itu. Meski Presiden Soeharto memberikan dukungan penuh, namun sebagian kelompok dalam pemerintahan justru menilai industri pesawat yang dikembangkan Habibie ini sebagai pembororan anggaran dan proyek yang ambisius. Kalangan ini menganggap Indonesia tidak membutuhkan itu.
Maka, ketika Soeharto jatuh, ditambah dengana danya intervensi IMF, industri pesawat IPTN pun tidak lagi mendapatkan kucuran dana dari ABPN untuk mengembangkan industrinya. Kondisi ini yang membuat perusahaan teknologi canggih ini nyaris kolaps. Padahal seiring dengan otonomi daerah kebutuhan akan pesawat kecil justru banyak. Provinsi dan kabupaten.kota di luar Jawa banyak yang membeli pesawat kecil dari luar negeri. Banyak juga perusahaan penerbangan yang menyewakan pesawat-pesawat kecil untuk menembus kawasan di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Jadi apa yang dinyatakan sejak awal bahwa Indonesia membutuhkan pesawat kecil itu adalah terbukti dari realita yang ada.r<
Kini, IPTN alias PT DI mulai menggeliat kembali. Saatnya kita memberikan dukungan penuh bagi produk- produk dalam negeri untuk membangun kemandirian bangsa.